makna kata "terserah"



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Kata adalah kumpulan beberapa huruf yang memiliki makna tertentu. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan suatu perasaan dan pikiran yang dapat dipakai dalam berbahasa. Dari segi bahasa kata diartikan sebagai kombinasi morfem yang dianggap sebagai bagian terkecil dari kalimat. Sedangkan morfem sendiri adalah bagian terkecil dari kata yang memiliki makna dan tidak dapat dibagi lagi ke bentuk yang lebih kecil.
Secara etimologi Kata "kata" dalam bahasa Melayu dan Indonesia diambil dari bahasa Sanskertakathā. Dalam bahasa Sanskerta, kathā sebenarnya bermakna "konversasi", "bahasa", "cerita" atau "dongeng"[2]. Dalam bahasa Melayu dan Indonesia terjadi penyempitan arti semantis menjadi "kata".
Dari pernyataan di atas telah dijelaskan bahwa kata adalah satuan gramatik terkecil yang memiliki makna. Sedangkan pengertian makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, jadi makna dengan bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Jika suatu kata tidak bisa dihubungkan dengan bendanya, peristiwa atau keadaan tertentu maka kita tidak bisa memperoleh makna dari kata itu (Tjiptadi, 1984:19)
Kata-kata yang bersal dari dasar yang sama sering menjadi sumber kesulitan atau kesalahan berbahasa, maka pilihan dan penggunaannya harus sesuai dengan makna yang terkandung dalam sebuah kata. Agar bahasa yang dipergunakan mudah dipahami, dimengerti, dan tidak salah penafsirannya, dari segi makna yang dapat menumbuhkan resksi dalam pikiran pembaca atau pendengar karena rangsangan aspek bentuk kata tertentu.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah kata memiliki makna yang terkandung didalamnya, begitu pula dengan kata terserah, walaupun kata tersebut memiliki makna yang jamak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pengertian Multi Tafsir
Sebuah kata pastinya memiliki makna tersendiri yang terkandung didalamnya, makna adalah maksud yang disampaikan oleh penutur kepada lawan tutur. Berdasarkan unsur bahasa, jenis makna kata terdiri dari yang pertama, makna leksikal yaitu makna kata secara lepas, dan yang kedua yaitu makna gramatikal yang artinya makna yang timbul akibat proses gramatikal (afiksasi, reduplikasi, dan komposisi).
Berkaitan dengan hal di atas, sebuah kata juga memiliki makna tunggal maupun jamak, makna jamak itulah yang di sebut dengan multi tafsir.

B.     Pengertian Intonasi
Intonasi adalah naik turun atau tinggi rendahnya nada dalam pelafalan kalimat. Intonasi lazim dinyatakan dengan angka (1,2,3,4). Angka 1 melambangkan titi nada paling rendah, sedangkan angka 4 melambangkan titi nada paling tinggi. Penggunaan intonasi menandakan suasana hati penuturnya. Intonasi juga dapat menandakan ciri-ciri sebuah kalimat. Kalimat yang diucapkan dengan intonasi akhir menurun biasanya bersifat pernyataan, sedangkan yang diakhirnya dengan intonasi menaik umumnya berupa kalimat tanya.
Dalam http://yogi-blogs-sharing.blogspot.com/2013/01/pengertian-lafal-tekanan-intonasi-dan-jeda-dalam-bahasa-indonesia.html disebutkan pula bahwa intonasi adalah lagu kalimat. Intonasi juga merupakan paduan antara tekanan dan jeda yang menyertai suatu tutur dari awal hingga penghentian terakhir. Intonasi adalah tinggi rendahnya nada dalam pelafalan kalimat.Intonasi adalah tinggi rendahnya nada dalam pelafalan kalimat.Intonasi dipengaruhi oleh tinggi rendahnya nada dan keras lembutnya tekanan pada kalimat.



C.    Pengertian Komunikasi, Penutur dan Lawan Tutur
Komunikasi adalah aktivitas sosial yang dilakukan oleh setiap penutur bahasa. Di dalamnya terdapat penutur dan lawan tutur yang bersama-sama membangun makna komunikasi agar komunikasi berjalan dengan baik. Wijana (2009:43) mengasumsikan bahwa dalam komunikasi yang wajar, seorang penutur mengartikulasikan ujaran kepada lawan bicara dengan maksud mengomunikasikan pesan dan berharap lawan bicaranya dapat memahami pesan itu. Untuk itu, setiap penutur selalu berusaha agar tuturannya selalu relevan dengan konteks, jelas, dan topik pembicaraan.
Berkaitan dengan hal itu, Barry (2008:138) melihat bahwa bahasa memiliki seperangkat prinsip yang mengatur bagaimana orang berinteraksi dalam percakapan, bagaimana bernegosiasi, bagaimana kesopanan bertutur, keintiman, bagaimana isyarat mengawali dan mengakhiri ujaran. Sebenarnya, orang yang terlibat dalam komunikasi selalu menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya dan penggunaan bahasanya. Allan (1986) mengatakan bahwa setiap peserta tindak tutur bertanggung jawab terhadap tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual (Wijana, 2009:43).
Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyatakan fungsi pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Sementara itu, mitra tutur adalah orang yang menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam pentuturan. Di dalam peristiwa tutur peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih berganti, yang semula berperan penutur pada tahap  tutur berikutnya dapat menjadi mitra tutur, demikian sebaliknya. Aspek-aspek yang terkait dengan komponen penutur dan mitra tutur antara lain usia, latar belakang sosial, ekonomi, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat keakraban, dan sebagainya.
Penutur dan lawan tutur (petutur) atau yang menyapa (penyapa) dan yang disapa (pesapa). Istilah yang lazim digunakan adalah penutur dan lawantutur. Konsep ini juga menyangkut penulis dan pembaca jika tuturan yang bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Dalam hubungan antara penutur dengan lawan tutur, si lawan tutur bisa saja seseorang yang kebetulan lewat dan secara kebetulan mendengarkan pesan dan bukan termasuk orang yang disapa. Dalam hal ini, si lawan tutur tersebut berusaha mengartikan isi wacana hanya berdasarkan bukti kontekstual yang ada tanpa menjadi sasaran pesan si penutur. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, dan tingkat keakraban.



BAB III
METODELOGI

A.    Metode Penulisan
Dalam penyusunan artikel ilmiah ini, penulis menggunakan metode naratif sebagai acuan yang digunakan. Salah satu pergeseran yang paling penting dalam analisa naratif dimulai pada tahun 1960-an dengan ahli teori Perancis, Kristen Metz, yang membangun teori linguistik, termasuk juga Ferdinand de Saussure, yang membawa analisis struktural ke dalam ilmu pengetahuan film. Metz, bersama dengan Roland Barthes, menetapkan dasar untuk beberapa karya dalam aspek naratif, termasuk pergeseran ke arah analisa ceramah. Dengan mengadopsi metodologi dari bidang semiotics, Metz mulai mencari bagaimana bioskop bisa dikatakan sesuatu yang menandakan, atau menghasilkan suatu makna. Makna tersebut merupakan suatu proses dinamis yang tergantung pada material signifiers, yang (mana) untuk bioskop sendiri, meliputi representational gambaran, sebutan/judul, berbicara bahasa, memecahkan, dan musik dan cakupan mereka mengenai yang ditandai, atau makna denotative dan connotative. Signifying practice menjadi istilah untuk bagaimana film menceritakan sesuatu. Metz yang memulai dengan evaluasi cinematic dengan bahasa dan secara sistematis menggambarkan kode dalam karya-karya di bioskop, banyak seperti Roland Barthes dalam menggambarkan kode dalam literatur. Dengan S/Z (1970) khususnya, Barthes menunjukkan bahwa realisme tergantung di atas sistem textual, intertextual, dan extratextual kode. Analisa naratif harus meliputi merinci suatu kode arti/pengertian teks, tetapi juga melibatkan dan memperhatikan pembatasan dan konteks budaya.
Asumsinya adalah bahasa itu adalah suatu kekuatan sosial yang berjuang untuk membentuk bagaimana kita harus berpikir dan bertindak. Sedangkan realisme merupakan suatu mode yang telah ditentukan secara budaya, ideologis, dan penonton atau pembaca harus berjuang untuk memecahkan kode dari sistem teks atau berjuang untuk menyerapnya hingga menemukan suatu logika. Film realis telah diserang untuk strategi penyamarannya yang khayal dan dibuat seperti alami. Metz dan yang lain mulai untuk menganalisa keyakinan mengenai "impression of reality", yang dihasilkan oleh isyarat cinematic yang kuat, dan langkah kedua mengenai structuralisme, lebih tertarik akan intertextual dan extratextual kode spectatorship dan ideologi, yang menjadi komponen pusat dari teori naratif.
Pada tahun 1970-an dan 1980-an, banyak ahli teori naratif yang terus meningkat dan bergeser dari menjelaskan kejadian yang naratif, ke menjelaskan proses mengenal sebagai suatu kabar. Seorang ahli linguistik yang berpengaruh adalah Émil Benveniste. Bagi Benveniste, cerita (histoire) mencoba untuk menyembunyikan tanda komunikasinya, memperkenalkan dirinya sendiri dalam sesuatu yang bukan perseorangan, cara yang objektif. Sebagai pembanding, tulisan juga termasuk dalam narasi. Dalam literatur, perbedaan bisa disederhanakan menuju ke apakah penceritaan menggambarkan informasi tersebut sebagai fakta yang diberikan atau sebagai acuan referensi kepada seorang narator, seperti dalam " I-You." Proses penyampaian, ucapan, dan struktur penonton berhubungan dengan teks tersebut. Yang diumumkan selalu suatu produk ucapan/kabar, yang (mana), [seperti;suka] bahasa, adalah suatu proses sosial. Analis membongkar tanda komunikasi ini, yang (mana).
Penonton tidak hanya digambarkan oleh struktur visual dari film bioskop, tetapi naratif juga yang dievaluasi, mengenai bagaimana mereka memperkuat atau menantang isu budaya yang dominan. Jika penonton diposisikan secara visual, mereka juga diposisikan secara cultural di dalam struktur simbolis atau yang mythic dari ideologi yang dominan.
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam kehidupan sehari-hari terkadang terdapat kata-kata yang maknanya kita ciptakan sendiri, tergantung intonasi dan pengucapan kata-kata tersebut. Salah satunya yaitu kata terserah, kata terserah merupakan kata yang multi tafsir artinya kata tersebut memiliki bermacam-macam makna tergantung situasi dan kondisi penutur yang mengucapkan kata tersebut. Sering kali kata terserah menyebabkan kesalahpahaman jika kata tersebut digunakan dalam kontek tertulis seperti SMS, Chat, atau pun BBM. Karena makna kata terserah bisa ditafsirkan jika kata tersebut diucapkan secara lisan. Walaupun kata terserah memiliki makna yang multi tafsir, tetapi kata tersebut merupakan kata sederhana yang sering digunakan sehari-hari yang mampu mewakili pikiran dan perasaan penuturnya. Seperti berbagai situasi tutur berikut.
Ketika kata terserah diucapkan karena anda dalam kondisi yang bingung harus berucap apa. Misalnya kalimat sebuah pertanyaan, “ Hari libur ini, bagaimana kalo kita pergi ke pantai ?” dan ketika anda menjawab “terserah”, bisa jadi si penanya akan merasa pertanyaanya tidak diperdulikan karena yang dikehendaki oleh si penanya sebenarnya adalah sebuah opsi dan bukan sebuah jawaban yang mengawang-awang. Padahal bagi anda sendiri mungkin saja pertanyaan itu sebenarnya cocok dengan keinginan anda. Namun karena sebuah kebingungan yang bisa saja ditimbulkan oleh adanya masalah lain sehingga membuat anda mengeluarkan sebuah jawaban “Terserah” yang dinilai sebuah ketidak jelasan.
Contoh lain misalnya, Seorang suami menyerahkan sejumlah uang kepada istrinya, sambil  berkata dengan lembut, “Terserah ibu, mau digunakan untuk apa uang ini”. Kata “terserah” di sini menggambarkan ketulusan seorang suami kepada istri untuk mengelola keuangan.
Kata terserah yang di ucapkan dengan intonasi biasa atau normal, bisa saja bermakna positif atau negatif, tergantung dari kalimat pertanyaanya atau pendukungnya, misalnya saja anda sedang ditanya atau ditawari, “Anda mau makan apa ? kemudian anda menjawab, “terserah saja “ pun dengan intonasi yang rendah. Ketika anda menjawab dengan kata “Terserah saja” dari sudut pandang anda yang positif, bisa jadi anda memang mempercayakan kepada si penanya mengenai makanan apa yang akan diberikan kepada anda. Dan ketika makanan itu datang dan disediakan kepada anda, maka anda tidak berhak untuk protes. Namun kondisi itu berlaku sekiranya level sudut pandang antara si penanya dengan anda berada pada kondisi dan konteks yang sama. Dan  ketika sudut pandang tidak pada level yang sama, maka kalimat “terserah saja” yang anda ucapkan tadi akan bermakna sebuah ketidakpastian dan keragu-raguan serta dirasakan tidak bermakna atensi atau perhatian sama sekali.
Dengan memperhatikan level sudut pandang, seharusnya kita bisa menempatkan posisi, intonasi serta kejelasan dalam menggunakan kata terserah sehingga pesan yang terkandung dapat terkirim dan ditangkap dengan baik oleh lawan bicara.
Tentunya setiap kali kita mendengar dan mengunakan kata terserahuntuk hal-hal yang bertujuan positif, harus benar-benar melihat situasi kepada siapa kita hendak mengeluarkan kata-kata tersebut. Atau memaknai kata terserah dengan menambahkan kata atau kalimat pemanis, sehingga lebih menimbulkan efek sopan dan tidak menimbulkan persepsi yang negatif kepada si penanya. Apalagi ketika penggunaan kata tersebut untuk komunikasi formal dan juga komunikasi tidak langsung.
Menurut people quote TSDC, alasan kenapa laki-laki suka dengan kata terserah, karena tipe laki-laki yang tidak  mau ribet oleh perempuan dan hal lainnya jadi laki-laki suka bilang terserah. Ya seperti TSDC (Terserah Saya Dot Com), Yang penting kamu suka.
Dalam kamus besar bahasa Indoseia pun makna kata terserah sangat beragam yaitu yang pertama kata terserah berkategori nomina berarti sudah diserahkan (kpd); pulang maklum (kpd); tinggal bergantung (kpd); contoh kalimat hal itu terserah kepada anda. Arti yang kedua yaitu yang berkategori adjektiva yang memiliki makna masa bodoh, contoh kalimat usul saya diterima atau tidak, terserah anda.
Untuk keadaan tertentu, sebaiknya kita tidak menggunakan kata terserah, misalnya untuk menghindari kesan melepas tanggung jawab. Gantilah dengan kata/kalimat lain yang lebih tepat. Misalnya saya serahkan semua kepada Anda keputusannya, saya akan menerima apapun keputusan yang diambil. Intinya adalah menyerahkan keputusan kepada orang lain, tanpa terkesan melecehkan atau kesan negatif lainnya.
Kata terserah sebaiknya digunakan ketika kita benar-benar ada di persimpangan, atau sedang menghadapi beberapa pilihan. Dalam hal ini, kita memberikan orang lain untuk mengambil keputusan. Namun hal itu bukan untuk melempar tanggungjawab, atau menyerahkan dengan pemaksanaan. Kita memberi kesempatan orang lain untuk mengambil keputusan sesuai kemampuan mereka.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, kita sebagai penutur atau pun lawan tutur harus mampu membedakan makna kata terserah dalam berbagai situasi tutur. Sehingga tidak ada perbedaan tafsiran terhadap makna kata tersebut.



BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A.    SIMPULAN
Dari pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa,
Ø    Kata adalah kumpulan beberapa huruf yang memiliki makna tertentu
Ø    Makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata
Ø    sebuah kata juga memiliki makna tunggal maupun jamak, makna jamak itulah yang di sebut dengan multi tafsir.
Ø    Penggunaan intonasi menandakan suasana hati penuturnya. Intonasi juga dapat menandakan ciri-ciri sebuah kalimat.
Ø    Komunikasi adalah aktivitas sosial yang dilakukan oleh setiap penutur bahasa.
Ø    Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyatakan fungsi pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Sementara itu, mitra tutur adalah orang yang menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam pentuturan.
Ø    Kata terserah memiliki makna yang multi tafsir tergantung intonasi dan pelapalan penutur yang bersangkutan.

B.     SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan bahwa dalam penafsiran kata terserah harus benar-benar dipikirkan agar tidak terjadi kesalahpahaman antara penutur dan lawan tutur.


DAFTAR PUSTAKA
Kamus Besar Bahasa Idonesia


Komentar

Postingan populer dari blog ini

analisis novel belenggu

Puisi Pada Suatu Hari Nanti karya Sapardi Djoko Damono beserta tanggapa terhadap puisi tersebut